Kecerdasan buatan merevolusi bidang medis, dengan kemajuan signifikan yang dicapai khususnya dalam diagnosis kesehatan mental. Sebuah tim peneliti dari Kaunas University of Technology telah mengembangkan model diagnosis depresi tingkat lanjut menggunakan data ucapan dan elektroensefalogram, memberikan cara baru untuk identifikasi penyakit yang lebih akurat. Model ini mendobrak keterbatasan diagnosis data tunggal tradisional dan meningkatkan akurasi diagnosis hingga 97,53% melalui analisis data multimodal. Penelitian ini tidak hanya menunjukkan potensi besar kecerdasan buatan di bidang medis, tetapi juga membawa harapan baru bagi jutaan pasien depresi di seluruh dunia.
Inti dari penelitian ini adalah menggunakan informasi emosional yang terkandung dalam data ucapan, seperti kecepatan bicara, intonasi, dan energi emosional, serta menggabungkannya dengan data EEG untuk melakukan analisis model pembelajaran yang mendalam. Tim peneliti mengubah data menjadi spektogram visual dan akhirnya mencapai diagnosis depresi yang sangat akurat. Namun, pemimpin penelitian juga menunjukkan bahwa kesulitan yang perlu diatasi di masa depan adalah bagaimana membuat AI tidak hanya memberikan hasil diagnostik, tetapi juga menjelaskan dasar diagnosis, sehingga proses diagnostik menjadi lebih transparan dan kredibel. Teknologi ini memberikan alat yang lebih tepat untuk intervensi kesehatan mental sekaligus melindungi privasi pasien, dan menunjukkan arah pengembangan teknologi medis di masa depan.
Dengan mengubah data EEG dan ucapan menjadi spektogram visual, tim peneliti menggunakan model pembelajaran mendalam yang lebih baik yang pada akhirnya meningkatkan akurasi diagnosis depresi hingga mencapai 97,53%. Artinya, AI diharapkan dapat menyediakan alat yang lebih obyektif dan akurat untuk diagnosis kesehatan mental di masa depan.
Pemimpin riset Profesor Maskliunas mengakui perkembangan teknologi ini ke depan masih menghadapi tantangan. Cara membuat AI tidak hanya memberikan hasil diagnostik, tetapi juga menjelaskan dasar diagnosis merupakan kesulitan selanjutnya yang perlu diatasi.
Yang lebih menggugah pikiran adalah bahwa penelitian ini mencerminkan potensi besar AI di bidang perawatan kesehatan. Selain melindungi privasi pasien, penggunaan teknologi untuk memberikan intervensi kesehatan mental yang lebih tepat dapat menjadi arah penting dalam teknologi medis masa depan.
Depresi mempengaruhi 2,8 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya, dan kemunculan AI dapat memberikan harapan akan diagnosis yang tepat waktu dan akurat bagi banyak pasien.
Penelitian terobosan ini memberikan ide-ide baru untuk penerapan kecerdasan buatan di bidang kesehatan mental dan menunjukkan jalan bagi pengembangan pengobatan presisi di masa depan. Meskipun tantangan masih ada, potensi kecerdasan buatan dalam meningkatkan akurasi diagnostik dan meningkatkan kehidupan pasien tidak dapat diabaikan, dan ini patut mendapat perhatian berkelanjutan dan penelitian mendalam.