Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan (AI) telah semakin banyak digunakan di bidang pemrograman, tetapi kemampuannya masih memiliki keterbatasan tertentu. Baru -baru ini, Max Woolf, seorang ilmuwan data senior di BuzzFeed, ditemukan melalui serangkaian percobaan bahwa kualitas kode yang dihasilkan oleh AI dapat secara signifikan ditingkatkan dengan secara terus -menerus memberikan tips untuk model bahasa besar (LLM). Penemuan ini tidak hanya membangkitkan diskusi panas dalam lingkaran teknologi, tetapi juga menarik perhatian banyak ilmuwan AI, lebih lanjut menyoroti pentingnya optimisasi iteratif dan desain kata yang cepat dalam pemrograman AI.
Dalam eksperimen Woolf, ia memilih model AI Claude3.5Sonnet sebagai objek penelitian. Langkah pertama dalam percobaan ini adalah membiarkan model memecahkan masalah pemrograman yang relatif sederhana: bagaimana menemukan perbedaan antara nilai minimum dan maksimum dari jumlah masing -masing digit adalah 30 dalam satu juta bilangan bulat acak. Setelah menerima tugas, Claude dengan cepat menghasilkan kode yang memenuhi persyaratan, tetapi Woolf percaya bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dalam kode ini.
Untuk lebih mengoptimalkan kode, Woolf memutuskan untuk meminta Claude secara iteratif mengoptimalkan secara iteratif setelah setiap generasi kode. Setelah iterasi pertama, Claude memperbaiki kode menjadi kelas Python yang berorientasi objek dan menerapkan dua optimasi yang signifikan, yang meningkatkan kode sebesar 2,7 kali lebih cepat. Dalam iterasi kedua, Claude lebih lanjut memperkenalkan pemrosesan multi-threaded dan komputasi vektor, yang pada akhirnya memungkinkan kode untuk berjalan pada 5,1 kali lebih cepat daripada versi dasar.
Namun, ketika jumlah iterasi meningkat, peningkatan kualitas kode secara bertahap melambat. Meskipun model mencoba teknik yang lebih kompleks seperti kompilasi JIT dan pemrograman asinkron dalam iterasi berikutnya, optimisasi ini tidak membawa peningkatan kinerja yang diharapkan dan bahkan menyebabkan degradasi kinerja dalam beberapa kasus. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun petunjuk iteratif dapat secara signifikan meningkatkan kualitas kode pada tahap awal, efeknya secara bertahap akan melemah setelah mencapai tingkat tertentu.
Eksperimen Woolf tidak hanya menunjukkan potensi besar AI di bidang pemrograman, tetapi juga mengungkapkan keterbatasannya dalam aplikasi praktis. Meskipun AI dapat mengoptimalkan kode melalui iteratif, bagaimana menyeimbangkan kinerja dan kompleksitas ketika merancang kata -kata yang cepat masih menjadi masalah yang perlu dibahas secara mendalam. Penelitian ini memberikan ide -ide baru untuk pemrograman AI di masa depan, dan juga mengingatkan kita bahwa AI tidak mahakuasa, dan strategi penggunaan dan optimasi rasional adalah kuncinya.