Sebuah studi baru -baru ini yang diterbitkan dalam jurnal Jama Network Open mengungkapkan bagaimana model bahasa besar ChatGPT berkinerja dalam menjawab Dewan Amerika tentang Psikiatri dan Neurologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu model mencapai tingkat akurasi 85% dalam ujian, yang tidak hanya mengesankan, tetapi bahkan melampaui tingkat rata -rata siswa neurologi manusia. Penemuan ini membuka kemungkinan baru untuk penerapan kecerdasan buatan di bidang neurologi klinis.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja kecerdasan buatan dalam tes pengetahuan medis profesional. Para peneliti memilih Dewan Amerika tentang Psikiatri dan Neurologi sebagai tolok ukur uji, yang mencakup berbagai pengetahuan neurologis dan kejiwaan. Dengan menguji dua model ChatGPT, para peneliti menemukan bahwa salah satu model menunjukkan akurasi yang sangat tinggi saat menjawab pertanyaan -pertanyaan ini.
Perlu dicatat bahwa model yang sangat baik ini tidak hanya mengungguli siswa manusia secara keseluruhan, tetapi juga menunjukkan pemahaman yang lebih tinggi dalam penanganan masalah kompleks tertentu. Hasil ini menunjukkan bahwa kecerdasan buatan memiliki keunggulan tertentu dalam memproses pengetahuan medis profesional, terutama dalam pengambilan cepat dan integrasi informasi.
Meskipun kecerdasan buatan berkinerja baik dalam pengujian, itu tidak berarti itu bisa menjadi pengganti lengkap bagi dokter manusia, tim peneliti menunjukkan. Sebaliknya, kecerdasan buatan dapat berfungsi sebagai alat tambahan untuk membantu dokter memproses sejumlah besar informasi secara lebih efisien, sehingga meningkatkan keakuratan diagnosis dan perawatan. Terutama di bidang neurologi, kasus -kasus kompleks sering membutuhkan informasi yang komprehensif, dan intervensi kecerdasan buatan diharapkan dapat memberikan dukungan yang lebih komprehensif kepada dokter.
Selain itu, penelitian ini juga menyediakan ide -ide baru untuk penerapan kecerdasan buatan dalam pendidikan kedokteran. Melalui ujian profesional yang disimulasikan, kecerdasan buatan dapat membantu mahasiswa kedokteran melakukan evaluasi diri, menemukan bintik-bintik buta pengetahuan, dan dengan demikian meningkatkan efisiensi pembelajaran. Di masa depan, dengan pengembangan lebih lanjut dari teknologi, kecerdasan buatan diharapkan memainkan peran yang lebih besar dalam pendidikan kedokteran dan praktik klinis.
Secara keseluruhan, penelitian ini tidak hanya menunjukkan potensi kecerdasan buatan di bidang kedokteran, tetapi juga menunjukkan arah untuk penelitian dan aplikasi di masa depan. Dengan kemajuan teknologi yang berkelanjutan, kecerdasan buatan diharapkan memainkan peran yang lebih penting dalam neurologi klinis dan bidang medis lainnya dan memberikan kontribusi yang lebih besar untuk penyebab kesehatan manusia.